Skip to content
Home » Merekam Sejarah Penulisan di IMM Sulawesi Utara

Merekam Sejarah Penulisan di IMM Sulawesi Utara

  • by

“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”_ Pramoedya Ananta Toer 

Sepanjang usia perkaderan saya di IMM. Terhitung menjelang setahun setelah menjadi kader, saya mulai menulis secara terbata-bata saat memasuki peringatan Milad yang ke-55. Hingga memasuki usianya yang ke-61 tahun ini, saya dan beberapa generasi yang lain hari ini masih mencoba untuk menulis meski belum cukup konsisten.

Kader-kader seangkatan kami memang punya penyakit yang sama seperti kader-kader lainya hari ini, yakni belum cukup produktif dalam menulis.

Namun, upaya untuk mulai menulis secara kolektif dalam beberapa minggu terakhir ini merupakan satu tradisi untuk memutus ketidak-produktifan kami dalam menulis. Meski, seringkali merasa inferior ketika berhadapan dengan beberapa generasi IMM Sulut sebelumnya.

Meraka adalah generasi-generasi yang hadir secara minor, namun telah banyak memberi inspirasi dan semangat konsistensi dalam menulis.

Sejarah mereka dibangun dalam giat dan tradisi tanggung jawab diri sebagai kader IMM. Sehingga, pada tulisan kali ini saya akan mencoba, menuliskan sejarah mereka.

Tanpa bermaksud menyederhan sejarah, izinkan saya untuk menuliskannya dalam beberapa tradisi penuturan. Sebab kenyataannya memang demikian. Seperti halnya sejarah yang lain–tradisi dan sejarah menulis di IMM juga berkembang hanya dari obrolan ke tiap obrolan, tanpa ada arsip penulisannya.

Tradisi Jurnalisme IMM di Sulawesi Utara

“Membangun Peradaban harus dimulai dari titik hingga koma,” (Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif).

Di tengah hiruk-pikuk ekosistem media digital jurnalistik yang kian rendah hari ini. Kepercayaan publik kian khawatir dengan berserakannya informasi jurnalistik yang kurang kredibel, bias media, dan keakuratan data yang makin sulit dipercaya. 

Di awal tahun 2025 kemarin, saya sempat menemukan media sosial Tirto memuat hasil survei Ipsos Global Trustworthines Indeks pada 500 warga negara Indonesia yang menunjukkan profesi jurnalis masuk dalam 10 ketegori profesi yang paling tidak dipercaya publik. Artinya, alih-alih menjadi sandaran Informasi di kalangan Masyarakat, jurnalis justru telah menjadi salah satu akar masalah arus informasi publik di masyarakat. 

Terkadang masyarakat cenderung bimbang dan semakin sulit untuk menemukan, mana informasi yang telah dikelola dalam prinsip-prinsip elemen jurnalis maupun informasi yang bisa dikelola menjadi pengetahuan bagi mereka. 

Bahkan, beberapa media terpercaya yang menyajikan informasi akurat dan dapat dipercaya di masyarakat, masih dapat dihitung dengan jari, seperti: Tempo, Kompas, Narasi, Project Multatuli, Tirto, Modjok, dst.

Maka di tengah-tengah persoalan rendahnya kepercayaan publik terhadap profesi jurnalistik hari ini, serta kesulitan masyarakat dalam mengakses informasi yang valid. Patutnya, hal ini kembali menjadi perhatian bersama seluruh kader IMM di Sulawesi Utara. Sebab, beberapa generasi terdahulunya, memiliki riwayat keterlibatan dalam dunia jurnalistik semasa meraka ber-IMM.

Kita bisa menyebut nama-nama berikut dalam menjaga nafas Jurnalisme berkeadilan dan informasi yang valid di masyarakat:

Di antaranya terdapat Ahmad Alheid, Ketua DPD IMM Sulut Periode 2000-2006. Dari Ahmad Alheid–lah, tradisi Intelektualisme hadir seturut dengan kerja-kerja jurnalistik. Ia bahkan memikiki kemampuan menulis berbeda dari setiap generasi yang ada. Dengan gaya menulis ala jurnalisme sastrawi, ia bahkan sempat menjadi penulis langganan Tempo, Salah satu media yang pernah dibredel di era orde-baru dan masih menjadi media jurnalis paling kritis hingga sekarang ini.

Setelahnya, kita bisa menyebut sekian nama yang berkembang dalam dunia jurnalistik di era 2000-an awal. Nama-nama seperti Jamal Lamato jrnalis ulung Manado Post.

Kemudian ada Bambang Hermawan (Ketua DPD IMM Sulut Periode 2006-2008) yang sempat didapuk untuk memegang pimpinan redaksi Manado Post Cabang Bolaang Mongondow Utara.

Berikutnya terdapat nama seperti Moh. Sahrul Setiawan, Ketua DPD IMM Sulut Periode 2011-2013,  yang juga wartawan media Manado Post– yang bahkan sempat didapuk menjadi Ketua DPP IMM Bidang Media dan sekarang Sahrul, memiliki media lokal yang bernama Suara pembaharu.

Masih banyak lagi kader-kader IMM lain, yang turut serta mewarnai dunia jurnalistik di Sulawesi Utara. Yang belum bisa terarsipkan dałam tulisan ini. Sayangnya, riwayat sejarah ini tidak berkembang hari ini secara signifikan dalam perjalanan IMM di Sulawesi Utara.

Oleh karena itu riwayat sejarah jurnalisme IMM ini penting untuk dikembalikan pada generasi saat ini. Caranya, dengan menghidupkan kembali semangat para tokoh terdahulu dalam dunia jurnalistik. Serta mendorong pelatihan dan keterlibatan kader-kader IMM untuk ikut serta menyelesaikan persoalan riuh rendahnya kepercayaan publik, terhadap informasi publik-jurnalistik.

Tradisi Setelahnya

Tradisi setelahnya ialah tradisi menulis yang dibangun dalam mata rantai semangat yang sama. Tradisi setelahnya turut menjaga legacy intelektualisme, yang turut serta menjaga nafas intelektualisme agar tetap hidup sepanjang perjalanan IMM Sulut.

Satu hal yang membuat kita bisa menemukan benang merah dari kerja-kerja kepenulisan di IMM Sulawesi Utara. Benang merah tersebut terdapat pada lembaga Madrasah Intelektual Ahmad Syafi’i Ma’arif, selanjutnya disingkat MI ASM.

MI ASM merupakan lembaga think tank pemikiran dan kaderisasi Intelektual yang dibentuk oleh DPD IMM Sulawesi Utara, melalui bidang Bidang Riset Pengembangan Keilmuan. 

MI ASM, pertama kali dibentuk di era masa kepemimpinan Jaja Citrama, Ketua DPD IMM Sulut Periode 2017-2019. Jaja merupakan Vanguard Intelektual dalam sejarah menulis di IMM Sulawesi Utara. Utamanya dalam merawat dan menggiatkan tradisi Intelektualisme secara keseluruhan.

“Jaja, menurut saya, telah mampu membangun komunitas di lingkungan IMM yang melampaui gagasan saya pada masa lalu tentang idealitas IMM yang saya bayangkan”, tutur Ahmad Alheid.

Meski, dalam menggiatkan kerja-kerja keilmuan tadi, hal ini tidak lepas dari bangunan kerja-kerja Intelektual kolektif yang juga turut dilakoni oleh tokoh-tokoh seperti Adlan Ryan Habibie, Ketua DPD IMM Sulawesi Utara 2015-2017 dan Kurniawan Lawendatu Ketua DPD IMM Sulawesi Utara 2019-2021.

Setelahnya, masih dalam tradisi yang sama namun berkembang dengan komitmen kepenulisan ala Intelektual-akademis yang dimotori oleh Rohit Mahatir Manese Direktur MI ASM periode 2019-2021 dan lanjut terpilih menjadi Ketua DPD IMM Sulawesi Utara periode 2022-2024.

Tradisi Kepenulisan Intelektual akademis ini sebangun dengan perjalanan; Madrasah Intelektual Ahmad Syafi’i Ma’arif dan tradisi akademik yang dipadu. Keduanya dilakoni oleh Rohit, secara bersamaan dengan perjuangan dan keberpihakannya pada Kebijakan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia. 

Mulai dari menulis tesis, jurnal, hingga esai, dan opini, yang sering terbit ke berbagai macam platform media penulisan di Indonesia. Tradisi ini bahkan telah menjadi laku hidup dirinya dan telah banyak memberi inspirasi. Tidak hanya pada kader-kader IMM, tapi juga kepada kelompok-kelompok minoritas lain yang ikut diperjuangkan Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mereka.

Dengan melihat tradisi dari para pendahulu. Sekiranya, bisa memantik lahirnya penulis-penulis hebat di IMM Sulawesi Utara. Baik, mereka yang mau menjadi jurnalis, esais, akademisi maupun aktivis–yang bisa membawa perubahan pada ekosistem dan produksi pengetahuan di masyarakat.

Editor: RM

Penulis:

Moh. Fikli Olola adalah Ketua Umum DPD IMM Sulawesi Utara Periode 2024-2026 dan Pengurus Madrasah Intelektual Ahmad Syafii Maarif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *