Skip to content
Home » Pengarusutamaan Gagasan Ekonomi Politik: Hadiah Ke-60 Tahun IMM

Pengarusutamaan Gagasan Ekonomi Politik: Hadiah Ke-60 Tahun IMM

  • by

Oleh: Fikli Olola
Editor : Jaja Citrama

Lebih dari setengah abad sudah perjalanan usia IMM. Terlahir pada 14 Maret 1964 di tengah-tengah kemelut kebangsaan–bukanlah beban sebentar yang mudah dipikul dengan ringan. Oleh karena itu tidaklah cukup jika di pucuk usia ke-60 tahun ini bentuk-bentuk perayaan milad masih dirayakan secara refelektif lagi melankolis, tanpa perayaan gagasan. Bukannya tidak perlu, silahkan saja dirayakan. Tapi coba cek lagi, ada berapa banyak kader IMM yang sedang mengharu-biru dihadapan platform digital dengan patokan perayaan semacam itu. Bahkan untuk menulis pun masih banyak yang mendayu-dayu tidak jelas. Ketimbang menulis secara konperhensif terkait ide dan gagasan IMM di Masa depan.

Maka untuk itu, kali ini meski belum cukup kompherensif, saya mau sedikit berbagi beban pikiran pada apa yang belum disentuh oleh IMM di usianya ke-60 Tahun. Tapi sebelumnya, saya juga mau ikutan mengucapkan: ”Selamat Ulang Tahun & Selamat membaca’’.

  • Tantangan kebangsaan IMM ditengah arus ekonomi politik global

Pada pertengahan dasawarsa 1970-an saat IMM telah lahir, ketika Mohammad Hatta ditanya hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh seorang generasi pemimpin, antara lain ia mengatakan: ‘’…Agar dalam proses membuka ekonomi kita bagi lalu lintas dagang dan investasi dunia luar, jangan sampai orang luar menunjukan tanda dominasi yang menyolok.’’ (Mohammad Hatta, Bung Hatta Menjawab, Jakarta: Gunung Agung, 1980, hlm.87).

Setelah sekian dasawarsa, argumen ini perlahan  kita pahami, bahwa Bung Hatta tak hanya sedang mengingatkan bangsa Indonesia teentang: akumulasi modal sejatinya adalah untuk kepentingan rakyat, bukan rakyat untuk kepentingan akumulasi modal. Namun berbeda dengan realitas kehidupan bangsa hari-hari ini, nasib rakyat kian melaju dalam pusaran; depersonalisasi ekonomi ditengah cengkraman arus globalisasi.

Inilah gambaran corak kekuasaan ekonomi dalam arus globalisasi hari yang telah menjarah setiap batasan kehidupan publik negara kita: mengakumulasi laba seenaknya, tidak taat aturan lokasi produksi; sumber modal, teknologi, minimnya partisipasi penduduk lokal dan sebagainya. Yang semua itu kait kelindan dalam struktur kekuasaan-bisnis rente negara.

Secara serampangan, jika menolak corak dasar dari arus globalisasi semacam ini. Maka dengan mudahnya mereka akan mengobrak-abrik kepentingan kekuasaan rente tadi. Jika tidak, dengan semenah-menahnya mereka akan menekan dan tidak akan menerima; tuntutan buruh; peraturan pemerintah dsj. Setelahnya, ikut memboikot investasi ataupun mengancam akan hengkang dari negara kita ke negara lain. Bujuk rayu ancamannya pun selalu sama: ‘’Demi dan untuk meningkatkan kepentingan intensif akumulasi laba yang lebih tinggi dan cepat’’.

Maka realitas yang terjadi di tengah rakyat adalah tangan besi negara selalu menjadi instrumen pengaman bagi jalan mulus percepatan bisnis rente tersebut, dengan melakukan deregulasi secara serampangan, untuk melegitimmasi para pemilik modal dan aset finansial.

Konsekuensinya kemudian adalah kesenjangan income yang semakin tajam hingga saat sekarang ini. Menurut data dari oxfam 10% orang terkaya di dunia memiliki akses 90% pada akses kekayaan. Sedangkan 10% sisa kekayaan lainya dimiliki oleh 90% orang di dunia. Bayangkan begitu curamnya jurang kesenjangan hari-hari ini.

Saya selalu sepakat, untuk menuntut persamaan akses merupakan utopia semata. Namun bukannya mimpi menuntut agar tajamnya kesenjangan akses menjadi berkurang adalah harapan yang  diam-diam memenuhi kesadaran kita? Baik pada pelajar, petani, nelayan, masyarakat adat, kaum miskin kota dan lainya.

Di sini lah titik ‘’ketidakhadiran IMM’’ akan nasib rakyat di tengah-tengah arena konfigurasi ekonomi politik global yang mendominasi setiap lini kehidupan dengan kepentingan-kepentingan rente negara.

Berikut merupakan beberapa pertanyaan yang menggantung pada problem ini: Apa yang membikin IMM abai terhadap pokok-pokok masalah utama tersebut? Atau jangan-jangan sebabnya karena ketiadaan pisau bedah analisis ekonomi politik global di dalam tubuh IMM? Sebenarnya apa masalah utamanya­­—IMM yang kita tau sampai di usianya yang ke-60 tahun, telah dibesarkan dengan kekayaan diskursus Intelektualisme—tapi kenapa diskursus ekonomi politik global masih absen sampai hari ini?

Berikut adalah beberaapa pokok masalah yang sedikit menjadi fokus utama perhatian penulis, termasuk bagaimana merumuskan perhatian tersebut pada beberapa pertanyaan penting di atas. Sekali lagi, meski belum cukup komperhensif, sedaknya kita sudah memulai percakapan masalah utama yang seharusnya dipikirkan IMM.

  • IMM dan Urgensi Diskursus Ekonomi-Politik Global

Dalam ekonomi politik global saat ini, sebagian basis produksi terjadi di negara-negara berkembang. Seperti Tiongkok, India, dan Indonesia. Namun sebagian besar keuntungan dari produk yang dihasilkannya teteap menggunung dalam dompet para konglomerasi di Eropa, Amerika, dan Jepanng. KENAPA BISA?

Menurut Intan Suwandi seorang sosiolog penulis Value Chains, paradoks ini dilandasi oleh sistem penguasaan sumberdaya negara berkembang untuk negara maju melalui kontrol pada proses produksi perusahaan-perusahaan multinasional dengan melakukan pencaplokan nilai (Value Capture).

Hal ini bisa kita lihat dengan adanya pergeseran pusat produksi global dari negara bumi utara ke negara-negara bumi selatan. Dengan kondisi yang membuat bangsa-bangsa seperti Indonesia–tengah mengalami proses pergeseran, yang dulunya—menjadi pusat sumber produksi–meski berada di tengah arus penjajahan, sekarag beralih menjadi pusat konsumsi. Sebabnya terdapat 541 juta pekerja industrial di negara-negara selatan termasuk yang terbesar di Indonesia. Sedangkan  di negara bumi utara, jumlahnya kecilnya hanya sekitar 145 juta. (Swandi, Intan; 2019. Value Chains: The New Economic Imprealism). Jarak yang signifikan ini membuat kita kian terombang-ambing dalam kehidupan ekonomi politik global, utamanya nsib dan kehduan rakyat Indonesia.

Faris Al-Fadhat (Ketua LKHKP PP Muhammadiyah) yang juga merupakan salah satu kader  alumni terbaik IMM (meski kurang dimanfaatkan pengetehuannya oleh IMM). Ia sering berpendapat bahwa bahkan tata kelola ekonomi politik kita hari ini telah dibentuk sebagai bagian dari konteks internasionalisasi kapital yang lebih luas, di mana kegiatan-kegiatan akumulasi keuntungan dan kekayaan, telah bekerja di luar batas-batas teritorial negara (Faris Al-Fadhat; 2023. Ekspansi Kapital). Secara analitis, negara sebagai situs kontestasi sosial politik benar-benar telah melibatakan persekutuan dengan berbagai fraksi-fraksi kapitalis, aparatus negara, juga kelompok atau kekuatan sosial dan politik lainya yang ikut mengorbankan ruang hidup rakyat.

Maka di atas situasi dan kondisi mencekik inilah IMM diharuskan untuk bisa merumuskan diskursus ekonomi-politik, sebagai upaya untuk mengarahkan jalan yang terlanjur curam pada kehidupan ekonomi-politik kita. Sebabnya: Pertama, IMM sejatinya merupakan gerakan mahasiswa yang kelahirannya menjadi salah satu faktor mendasar dari ‘’pertarungan sosial’’ (social strugel), pada situasi ekonomi politik kebangsaan. Kedua, Internasionalisasi gerakan IMM sebagai oraganisasi kosmopolitan yang hari ini telah melahirkan beberapa cabang istimewa di luar negri—mengharuskan IMM untuk terlibat penuh untuk menganalisis kondisi ekonomi politik global yang terus berjalan jauh.

Maka langkah dan upaya untuk merumuskan diskursus Ekonomi Politik hari ini adalah sebentuk langkah ikhtiar bagi keberadaan sejarah IMM ditengah kondisi kebangsaan yang kian hari terus-terusan dihimpit oleh kepentingan rente kapitalisme global.

Jika di usianya yang ke-60 tahun IMM masih memilih diam di atas situasi dan kondisi ekonomi-politik global ini, maka secara tidak langsung IMM sedang menyerahkan nasib dan masa depan rakyat untuk dipertaruhkan dalam percaturan elite-elite rente global–yang membikin ketidakadilan dan kesenjangan terus hadir di tengah kehidupan berbangsa.‘’Lantas langkah apa yang harus sesegara mungkin diambil IMM?’’

  1. Mengidentifikasi Studi-Studi Ekonomi Politik dan Melaksanakan Simposium Paradigma Ekopol IMM

Studi dan pemikiran Ekonomi Politik hari ini memang telah jauh berjalan. Seumur dengan perdebatan ideologi-ideologi dominan dari era-klasik sampai hari ini. Dalam realitas kehidupan mahasiswa studi Ekopol bukanlah hal baru, namun studi Ekopol juga sering dipercakapkan secara serampangan tanpa basis metode yang jelas. Tak jarang  kita menemui berserakannya wacana-wacana mengenai Ekopol dalam kampus yang penyajiannya cenderung berjarak dengan kehidupan rakyat dan cenderung bersifat formalistik.

Satu hal yang perlu digaris bawahi dalam proses mengidentifikasi studi-studi dalam Ekopol di dalam tubuh IMM nanti ialah ‘’bahwa msyarakat hari ini sebenarnya tidak hidup dengan mengunyah lembar saham dan prospek resiko, melaikan memakan nasi, roti, dll yang diproduksi pada sektor rill’’.

Maka secara khusus hal yang perlu diidentifikasi dalam proses perumusan ide ini nantinya. Ialah   bagaimana IMM dituntut untuk ikut meninvestigasi setiap proses kemunculan, transformasi, dan perluasan kelas kapitalis dalam proyek-proyek institusi ekonomi global, yang bersumber dari pembangunan ekonomi kapitalisme dengan kepentingan kekuatan sosial politik dibelakangnya.

Sebabnya, masalah utama sektor formal (finansil) hari ini yang terus menggeser sektor rill (produksi), selalu ditopang oleh kekuatan kepentingan keuntungan dibelakangnya. Masalah ini bisa kita lihat secara jelas pada tata kelola bisnis di Indonesia yang terus-menerus mengalami konsentrasi kekayaan pada kepemilikan swasta.

Hal ini bisa dilihat dari adanya 178 perusahaan go public di Indonesia, 67,1% lainya dikuasai keluarga-keluarga, dan hanya 5,1% di tangan publik. Bisa dilihat betapa konsentrasi itu berada di tanagan keluaarga seperti ‘’Salim grup’’ dan keluarga-keluarga bisnis non-cronies lainya, yang sempat dijadikan fokus temuan dari studi Faris Al-Fadhat dalam bukunya “Kebangkitan Konglomerat Indonesia di Asia Tenggara’’.

Dengan ini maka yang perlu dilakukan IMM selanjutnya ialah–menggagas dan menghadirkan ruang diskursus dalam bentuk simposium untuk memperkaya khazanah perumusan paradigama Ekopol di tubuh IMM. Bukan sekedar merumuskan kemandirian ekonomi di tengah pertarungan faksi-faksi bisnis yang mengatasnamakan keuntungan bersama. Saya bukan anti pasar, sebab dari zaman nenek-moyang, berdagang telah dilakukan. Bahkan K.H Ahmad Dahlan pun mewariskan spirit demikian. Namun yang menjadi akar masalah yang sesungguhnya adalah realitas perdagangan hari ini yang kian disusupi kepentingan fraksi kekuasaan-bisnis.

  • Merumuskan Gagasan Ekonomi-Politik PaS Format Kaderisasi

Kaderisasi adalah jantung pusat IMM bergerak ke masa depan. Tanpa kaderisasi IMM tinggalah simbol yang dikerumuni tanpa makna. Namun kaderisasi tanpa prospek pengetahuan juga adalah cara lain dari proses bunuh diri sejarah. Maka kaderisasi, utamanya hari ini, jika tidak mau dibilang terlanjur menjadi rutinitas semu, berulang,  dan tidak kompatibel dengan perubahan zaman. Kaderisasi IMM harus sesegara mungkin aksesibel terhadap kondisi realitas ekonomi-politik yang sedang berjalan.

IMM dalam menapaki usianya yang sekarang, harus sesegera mungkin menginternalisasi paradigma gagasan Ekonomi Politik dalam format kaderisasi khusus, umum, maupun kaderisasi penunjang lainya. Sebabnya kaderisasi selalu menjadi modalitas utama dalam menggesrakan parjalanan IMM dan bagaimana IMM bisa menggerakan masa depan bangsa, caranya adalah dengan ikut memastikan kondisi ekonomi-politik yang jauh dari kesenjangan.

Mengharapkan forum yang lain seperti seperti Muktamar dsj, sebagai ruang bagi pasar ide, sudah tidak lagi menjadi camoon sens bagi pengarus utamaan gagasan di tubuh ikatan ini. Maka ruang yang msaih mungkin tersisa, ialah ruang sakral kaderisasi untuk merumuskan, merawat, dan menetapkan masa depan IMM utamanya ikut memastikan masa depan bangsa yang jauh dari ketidakadilan, ketimpangan, ketidaksetaraan, pada akses sumberdaya kehidupan bersama.

Jika ide dan gagsan ekonomi politik bisa secepatnya dirumuskan maka untuk memimpikan visi dan misi bagi ‘’IMM di masa depan’’ akan ditentukan di usianya yang ke-60 Tahun ini. Tapi jika tidak, artinya ‘’IMM masa depan’’ masih akan menganggap perumusan ide dan gagasan ekonomi politik bukanlah segala-galanya. Maka jangan salahkan sejarah besok, jika IMM tinggal menjadi bagian dari kontra-mobillisasi kehidupan publik yang akan berjuang untuk keluar dari dominasi kesenjangan dan kepentingan finansial pada semua sektor kehidupan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *